Jumat, 28 September 2012

Berani Gagal



Berani Gagal
PERNYATAAN John. F. Kennedy ini saya yakini kebenarannya. Itu bukan sekedar retorika, tetapi
memang sudah terbukti dalam perjalanan hidup saya. Gagal total itulah awal karier bisnis saya.
Pada akhir 1981, saya merasa tak puas dengan pola kuliah yang membosankan. Saya nekad
meninggalkan kehidupan kampus. Saat itu saya berpikir, bahwa gagal meraih gelar sarjana bukan
berarti gagal dalam mengejar cita-cita lain. Di tahun 1982, saya kemudian mulai merintis bisnis
bimbingan tes Primagama, yang belakangan berubah menjadi Lembaga Bimbingan Belajar
Primagama.
Bisnis tersebut saya jalankan dengan jatuh bangun. Dari awalnya yang sangat sepi peminat - hanya
2 orang - sampai akhirnya peminatnya membludak hingga Primagama dapat membuka cabang di
ratusan kota, dan menjadi lembaga bimbingan belajar terbesar di Indonesia.
Dalam kehidupan sosial, memang kegagalan itu adalah sebuah kata yang tidak begitu enak untuk
didengar. Kegagalan bukan sesuatu yang disukai, dan suatu kejadian yang setiap orang tidak
menginginkannya. Kita tidak bisa memungkiri diri kita, yang nyata-nyata masih lebih suka melihat
orang yang sukses dari pada melihat orang yang gagal, bahkan tidak menyukai orang yang gagal.
Maka, bila Anda seorang entrepreneur yang menemui kegagalan dalam usaha, maka jangan
berharap orang akan memuji Anda. Jangan berharap pula orang di sekitar anda maupun relasi Anda
akan memahami mengapa Anda gagal.
Jangan berharap Anda tidak disalahkan. Jangan berharap juga semua sahabat masih tetap berada di
sekeliling Anda. Jangan berharap Anda akan mendapat dukungan moral dari teman yang lain.
Jangan berharap pula ada orang yang akan meminjami uang sebagai bantuan sementara. Jangan
berharap bank akan memberikan pinjaman selanjutnya.
Mengapa saya melukiskan gambaran yang begitu buruk bagi seorang entrepreneur yang gagal?
Begitulah masyarakat kita, cenderung memuji yang sukses dan menang. Sebaliknya, menghujat
yang kalah dan gagal. Kita sebaiknya mengubah budaya seperti itu, dan memberikan kesempatan
kepada setiap orang pada peluang yang kedua.
Menurut pengalaman saya, apabila orang gagal, maka tidak ada gunanya murung dan memikirkan
kegagalannya. Tetapi perlu mencari penyebabnya. Dan justru kita harus lebih tertantang lagi dengan
usaha yang sedang kita jalani yang mengalami kegagalan itu. Saya sendiri lebih suka
mempergunakan kegagalan atau pengalaman negatif itu untuk menemukan kekuatan-kekuatan baru
agar bisa meraih kesuksesan kembali.
Sudah tentu, kasus kegagalan dalam bisnis maupun dunia kerja, saat krisis ekonomi kian merebak
dan bertambah. Ribuan orang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan kehilangan mata
pencahariannya. Sungguh ironis, seperti halnya kita, suka atau tidak suka, setiap manusia pasti
akan mengalami berbagai masalah, bahkan mungkin penderitaan.
Bagi seorang entrepreneur, sebaiknya jangan sampai terpuruk dengan kondisi dan suasana seperti
itu. Kita harus berani menghadapi kegagalan, dan ambil saja hikmahnya (kejadian dibalik itu).
Mungkin saja kegagalan itu datang untuk memuliakan hati kita, membersihkan pikiran kita dari
keangkuhan dan kepicikan, memperluas wawasan kita, serta untuk lebih mendekatkan diri kita
kepada Tuhan. Untuk mengajarkan kita menjadi gagah, tatkala lemah. Menjadi berani ketika kita
takut. Itu sebabnya mengapa saya juga sepakat dengan pendapat Richard Gere, aktor terkemuka
miens.blogspot.com
Hollywood, yang mengatakan bahwa kegagalan itu penting bagi karier siapapun.
Mengapa demikian? Karena selama ini banyak orang membuat kesalahan sama, dengan
menganggap kegagalan sebagai musuh kesuksesan. Justru sebaliknya, kita seharusnya menganggap
kegagalan itu dapat mendatangkan hasil. Ingat, kita harus yakin akan menemukan kesuksesan di
penghujung kegagalan.
Ada beberapa sebab dari kegagalan itu sendiri. Pertama, kita ini sering menilai kemampuan diri kita
terlalu rendah. Kedua, setiap bertindak, kita sering terpengaruh oleh mitos yang muncul di
masyarakat sekitar kita. Ketiga, biasanya kita terlalu "melankolis" dan suka memvonis diri terlebih
dahulu, bahwa kita ini dilahirkan dengan nasib buruk. Keempat, kita cenderung masih memiliki
sikap, tidak mau atau tidak mau tahu dari mana kita harus memulai kembali suatu usaha.
Dengan mengetahui sebab kegagalan itu, tentunya akan membuat kita yakin untuk bisa
mengatasinya. Bila kita mengalami sembilan dari sepuluh hal yang kita lakukan menemui kegagalan,
maka sebaiknya kia bekerja sepuluh kali lebih giat. Dengan memiliki sikap dan pemikiran semacam
itu, maka akan tetap menjadikan kita sebagai sosok entrepreneur yang selalu optimis akan masa
depan. Maka, sebaiknya janganlah kita suka mengukur seorang entrepreneur dengan menghitung
berapa kali dia jatuh. Tapi ukurlah, berapa kali ia bangkit kembali.
Purdi E Chandra

Tidak ada komentar:

Posting Komentar